Tuesday, 5 April 2011

Gonat

PENYAKIT umumnya menyerang siapa saja tanpa pandang bulu, entah itu perempuan, laki-laki, orang dewasa maupun anak-anak. Namun, ada beberapa penyakit yang khusus diderita anak-anak, Ada penyakit yang hanya diderita kaum pria atau wanita.
Menopause, osteoporosis, anemia, osteo artritis (OA), dan beberapa penyakit lainnya umumnya banyak diderita kaum perempuan. Penyakit anemia (kekurangan zat besi), misalnya, banyak diderita kaum wanita di Indonesia mulai dari remaja putri hingga ibu-ibu. Itulah sebabnya angka kematian ibu saat melahirkan masih cukup tinggi di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kekurangan zat besi, dan pada akhirnya anemia. Dan, kurangnya mengonsumsi kalsium juga membuat para perempuan rentan menderita osteoporosis.
Dan penyakit yang pasti melekat dalam diri perempuan adalah menopause. Gejala penyakit ini mulai muncul sejak masa pramenopause, saat menopause dan posmenopause. Menurut spesialis kebidanan dan kandungan dr Hardi Susanto, masa menopause tidak dapat diobati sehingga mustahil untuk dihindari. "Sebab memang tidak ada obatnya," ujarnya.
Berdasarkan data, kata Hardi, wanita Indonesia yang memasuki masa menopause saat ini sebanyak 7,4% dari populasi. Jumlah tersebut diperkirakan meningkat menjadi 11% pada 2005. Kemudian, naik lagi sebesar 14% pada 2015.
Meningkatnya jumlah itu, lanjutnya, sebagai akibat bertambahnya populasi penduduk usia lanjut dan tingginya usia harapan hidup dibarengi membaiknya derajat kesehatan masyarakat.
Wanita yang memasuki menopause tentu mengalami problem kesehatan, karena berkurangnya hormon estrogen dalam darah. Timbulnya efek itu sebagai dampak menurunnya fungsi ovarium (indung telur). Berkurangnya hormon estrogen membuat mereka mengalami beberapa kelainan, baik yang terjadi dalam jangka pendek maupun panjang. Manifestasi gangguannya bukan cuma fisik, tetapi juga mental.
Sementara itu, spesialis obstetri dan ginekologi lainnya dari Rumah Sakit (RS) Mitra Kemayoran, Jakarta, dr Andon Hestiantoro menguraikan, kelainan dalam jangka pendek, antara lain mudah berkeringat. Mereka juga mengeluhkan munculnya rasa panas di dada dan wajah, sakit kepala (pusing) tanpa diketahui penyebab yang pasti, kulit kering serta berkeriput, juga nyeri pada tulang maupun sendi, termasuk saat melakukan hubungan intim.
"Ada pula yang mudah pingsan, sering marah-marah, lambat mempelajari berbagai hal baru, sukar berkonsentrasi, gampang tersinggung, cemas, sulit tidur, kemampuan daya ingatnya berkurang, ataupun depresi."
Sedangkan gangguan dalam jangka panjang, kata Andon, antara lain berupa penyakit jantung koroner (PJK), tekanan darah tinggi (hipertensi), menurunnya massa tulang (osteoporosis), dan kepikunan/demensia.
PJK yang cenderung menghantui kaum pria berusia produktif, harus pula diwaspadai oleh wanita berusia lanjut. Karena angka kejadiannya bisa berimbang antara pria dan wanita menopause. Hal itu bisa dilihat di Inggris, wanita berusia 45-54 tahun yang meninggal akibat PJK tercatat 0,31 per 1.000 wanita. Namun, tatkala mereka berusia 65-74 tahun, kasusnya naik menjadi 5,7 per 1.000 wanita. Dan, jumlahnya meningkat sampai 33,4 per 1.000 wanita sewaktu usia mereka mencapai 85 tahun lebih.
Andon menilai, hormon estrogen mampu melindungi wanita dari PJK, sehingga risiko mereka untuk terserang kelainan itu sebelum menopause sampai di atas 35%. Namun, ketika muncul defisiensi hormon kewanitaan tersebut pada masa menopause, maka terjadi penurunan kadar kolesterol baik dalam darah, sekaligus meningkatkan lemak yang jahat.
Osteoporosis
Osteoporosis tergolong ancaman yang tidak kalah besarnya pada wanita menopause. Apalagi, proses pengurangan massa tulang ini telah dimulai lima tahun sebelum tibanya masa menopause.
Menurunnya hormon estrogen menjadikan mereka berisiko mengalami patah tulang. Sebab, tidak ada lagi unsur yang menjaga keseimbangan antara kecepatan proses pembentukan tulang oleh sel osteoblast dan kecepatan proses kerusakan tulang oleh sel osteoklast, seperti di masa usia reproduksi.
Tulang-tulang yang pada umumnya menjadi sasaran serangan osteoporosis terutama yang berongga. Contohnya, tulang belakang, pinggul, leher, paha, maupun lengan bawah.
Kira-kira 20%-30% wanita terancam untuk mengalami patah tulang akibat osteoporosis di saat mereka mencapai usia 70 tahun. Sebab, sepanjang hidupnya, massa tulang mereka menyusut sampai 40%-50%.
Keberadaan hormon estrogen tidak dapat dianggap menjadi satu-satunya penyebab. Walaupun, hormon yang diproduksi oleh indung telur tersebut memberikan andil cukup besar terhadap metabolisme kalsium.
Dari berbagai penelitian, spesialis rehabilitasi medik RS Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr Cipto Mangunkusumo di Jakarta dr Siti Annisa Nuhonni mendapati lebih dari 80% wanita menopause mengalami osteoporosis.
Anemia, menstruasi
Menurut spesialis kebidanan dan kandungan dr Rudy Irwansyah, banyak kelainan yang dialami oleh wanita ternyata berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Kekurangan zat besi, yang berpengaruh sekali terhadap kesehatan, adalah salah satunya.
Mereka yang mengalami kelainan tersebut akan pucat, lesu, pusing, dan cepat lelah sewaktu menstruasi. Karena, secara normal, seseorang yang sedang haid mengeluarkan darah sekitar 50 cc. "Artinya, akan menjadi persoalan jika wanita ini harus mengeluarkan darah sebanyak itu dalam kondisi kekurangan zat besi."
Janin dalam kandungan pun dapat berisiko kekurangan darah bila anemia dialami oleh wanita tatkala hamil. Pasalnya, volume darah dalam janin menjadi bertambah. Sebaliknya, wanita bersangkutan tak mampu memenuhi kebutuhan darah bagi anak yang dikandungnya.
Sayangnya, banyak wanita Indonesia tidak memedulikan ataupun kurang memahami aspek kekurangan zat besi sehingga para remaja putri maupun kaum ibu cenderung terkena anemia.
Konsumsi makanan bergizi, yang banyak mengandung zat besi, diabaikan karena ingin langsing. Rudy melihat banyaknya wanita muda yang berobat ke RS ataupun puskesmas akibat kurang gizi. Belum lagi waktu mereka memasuki masa pernikahan, kemudian mengandung bayinya.
Sementara itu, spesialis gizi dr Hadi S Muktisendjaja dari RS Umum Daerah Pasar Rebo di Jakarta mengatakan, beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh kekurangan zat besi terhadap tingkat kecerdasan, terutama pada masa kehamilan. Unsur nutrisi, gizi, maupun lingkungan memberikan kontribusi sebanyak 50% terhadap kecerdasan. Yang separuhnya lagi ditentukan oleh faktor keturunan.

No comments:

Post a Comment